MAKALAH
BIOGRAFI ALI BIN ABI THOLIB
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran
SKI
Disusun
Oleh :
·
Tantowi Jauhari
·
Yuni Siti Nuranisa
·
Atin Hartini
·
Alin Mailina
·
Vina Mailani
·
Ridwan Nurholik
·
Putri Rahmawati
·
Dimas Alawimumtaz
·
Aditya Akbar Tantowi
Kelas
: VII F
MTS NEGERI 5 MAJALENGKA
TAHUN AJARAN
2016 / 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ali bin Abi
Thalib
adalah khalifah ke empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi Thalib diangkat
menjadi khalifah setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan dalam peristiwa
pembunuhan yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan.
Pertama kali yang dirasakan kaum muslimin ketika mengkaji sejarah tentang
Ali bin Abi Thalib adalah kerumitan-kerumitan yang menjadi tanda tanya besar.
Pada waktu itu, terjadi berbagai konflik atau tepatnya fitnah di kalangan para
sahabat, seperti Perang Jamal (terjadi antara golongan Ali dan Aisyah) dan
perang Shifin (terjadi antara golongan Ali dan Muawiyah). Generasi sahabat yang
disebut di dalam al-Qur’an sebagai Khairu Ummah mengalami peristiwa yang
benar-benar tidak terduga, bahkan oleh para sahabat di masa itu sekali pun. Hal
itu menimbulkan banyak pertanyaan yang harus diselesaikan oleh kaum muslim,
terutama para pengkaji sejarah Islam.
Membahas khalifah Ali dalam sebuah makalah yang sederhana tidaklah akan
cukup dan memuaskan. Namun, belajar dari uraian buku-buku yang kami baca, kami
berusaha untuk memberikan beberapa analisa dengan menggunakan buku-buku itu,
untuk kemudian menguatkan atau bahkan mengkritisi, bila memang terdapat
pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan data-data sejarah yang ada. Kami
bahas tentang pemerintahan Ali dan berbagai peristiwa penting yang terjadi. Di
makalah ini juga, kami akan menghadirkan biografi Ali sebagai pengetahuan
sepintas, sebab tidak pantas rasanya kalau kita membahas seseorang tetapi tidak
mengetahui biografinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Ali bin Abi Thalib?
2.
Bagaimana proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib?
3.
Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib?
4.
Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib?
5.
Peristiwa apa saja yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib?
C.
Tujuan dan Manfa’at
1.
Tujuan
a.
Dapat memahami
dan menjelaskan tentang biografi Ali bin
Abi Thalib.
b.
Dapat memahami
dan menjelaskan tentang proses
pembai’atan Ali bin Abi Thalib.
c.
Dapat memahami
dan menjelaskan tentang sistem
pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib.
d.
Dapat memahami
dan menjelaskan tentang
kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib.
e.
Dapat memahami
dan menjelaskan tentang peristiwa yang
terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib.
2.
Manfa’at
a. Memberikan tambahan ilmu yang sebelumnya masih
kurang atau bahkan belum tahu sebelumnya.
b. Memberikan tambahan pengetahuan yang baru.
c. Memberikan bekal dalam pembuatan skripsi kelak.
d. Memberikan tambaham iman dan taqwa kepada Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ali
bin Abi Thalib
1.
Nama dan Nasab
Ali bin Abi Thalib
Ia adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf, sepupu nabi Muhammad SAW, dan suami dari
pemimpin seleuruh perempuan, Fatimah binti Nabi Muhammad, serta ayah dari dua
cucu beliau, al-Hasan dan al-husain. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin
hasyim bin Abdu Manaf. Ia masuk islam ketika masih kecil, yaitu berumur delapan
tahun.[1][1]
2.
Istri Ali bin
Thalib
Semasa hidup Ali, Ia mempunya banyak istri.
Wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya adalah: Fatimah binti Rasulullah
SAW, Umamah binti Abul ‘Ash, Khaulah binti Ja’far bin Qais, Laila binti Mas’ud,
Ummul Banin bintu Hizam, Asma’ binti ‘Umais, ash-Shahba binti Rabi’ah, dan Ummu
Sa’id binti ‘Urwah.[2][2]
3.
Anak Ali bin
Abi Thalib
Khalifah Ali bin Thalib juga dikaruniai banyak
anak, baik laki-laki maupun perempuan. Yang laki-laki: al-Hasain, al-Husain,
Muhammad al-Akbar, ‘Ubaidillah, Abu Bakar, al-‘Abbas al-Akbar, Utsman, Ja’far
al-Akbar, Abdullah, Yahya, ‘Aun, Umar al-Akbar, Muhammad al-Ausath, dan
Muhammad al-Ashghar. Adapun yang perempuan: Zainab al-Kubra, Ummu Kultsum
al-Kubra, Ruqayyah, Ummul Hasan, Ramlah al-Kubra, Ummu Hani’, Maimunah, Zainab
ash-Shughra, Ummu Kultsum asg-Shughra, Fatimah, Umamah, Khadijah, Ummul Kiram,
Ummu Salamah, Ummu Ja’far, Jumanah, dan Nafisah.[3][3]
B.
Pembai’atan Ali
bin Abi Thalib sebagai Khalifah
Setelah Khalifah Usman syahid, Ali diangkat menjadi khalifah ke-4.
Awalnya beliau menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad
meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata:
.....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan
segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (Usman) telah terbunuh,
sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang
paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali)". Ali berkata kepada mereka:
"Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi
wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab:
"Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak
menjadi khalifah daripada engkau". Ali menjawab: "Jika kalian tak menerima
pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak
bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud
membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Ali kemudian keluar
menuju masjid, dan kaum muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka.[4][4]
Pengangkatan
Khalifah Ali terjadi pada bulan Zulhijjah tahun 35 H/656 M,
dan memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan terhadap dirinya
pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M.
Penetapannya sebagai Khalifah ditolak antara lain oleh Mu’awiyah bin Abu
Shufyan, dengan alasan Ali harus mempertanggung jawabkan tentang terbunuhnya
Utsman, dan berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas
Islam di daerah-daerah baru, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan
khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang di Madinah saja.[5][5]
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali itu, perpecahan kongkrit di dalam
kalangan al-Shahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali
sengketa bersenjata yang menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya
itu bermula lahir sekte-sekte di dalam sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah
dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-kelompok politik yang berbedaan
paham dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang menjadi sekte-sekte
keagamaan, menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu di dalam beberapa
permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkambangan tersebut berlangsung beberapa
puluh tahun sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib.[6][6]
C.
Sistem
Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Sudah
diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat pendirian
dalam membela yang hak. Setelah dibaiat sebagai khalifah, dia cepat mengambil
tindakan. Dia segera mengeluarkan perintah yang menunujukkan ketegasan
sikapnya.
Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali adalah
menghidupkan kembali cita-cita Abu Bakar dan Umar, ia menarik kembali semua
tanah dan hibah yang telah dibagikan Utsman kepada kerabat dekatnya menjadi
milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua gubernur yang tidak disenangi
oleh rakyat. Ia juga membenahi dan
menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan
tugas-tugas mereka.[7][7]
Ali juga memindahkan pusat kekuasaan islam ke kota Kuffah. Sejak itu
berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi
khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari seluruh
wilayah islam, kecuali Suriah. Pada saat itu, Ali tidak bermukim secara tetap
di Kuffah, dia pergi kesana hanya untuk menegakkan kekuasaannya, sebagaimana
ditunjukkan oleh jasa pemukimannya yang ada diluar kota itu. Pada saat yang
sama dia melakukan perpindahan-perpindahan untuk menegakkan kedudukannya
dibeberapa propinsi didalam kerajannya.[8][8]
D.
Kebijakan
Khalifah Ali bin Abi Thalib
Selama Ali bin Abi Thalib memerintah , ia
membuat kebijakan-kebijakan tertentu sesuai dengan situasi yang mengiringinya
atau situasi yang dihadapinya, sehingga kebijakan Ali sangat berbeda dengan
kebijakan sebelum-sebelumnya. Diantara kebijakan Ali bin Abi Thalib yang
terkenal adalah:
1.
Penundaan
Pengusutan Pembunuhan Utsman
Setelah terbunuhnya Utsman, tuntutan para
sahabat terutama yang turunan Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Utsman
juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang masih
labil, Ali memilih untuk menunda
pengusutan tersebut.[9][9]
2.
Mengganti
Pejabat dan Penataan Administrasi
Diantara pemicu terjadinya fitnah di zaman
Utsman adalah kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang
mengangkat kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal inilah antara
lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijaksanaan
untuk mengganti gubernur yang diangkat Utsman tersebut.[10][10]
3.
Memberi
tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari baitul mal, tanpa melihat
apakah masuk islam dahulu atau belakangan.
4.
Mengatur tata
laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat.
5.
Menarik kembali
harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman.
E.
Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
1.
Perang Jamal
Perang Jamal adalah peperangan yang terjadi anatara Aisyah dengan Khalifah
Ali. Aisyah telah
dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya menginginkan
jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap tidak mengusut
pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan usman.
Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan melakukan
perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang
maka perangpun tidak bisa dihindarkan.
Perang Jamal terjadi pada tahun 36 H atau pada awal kekhalifahan Ali.
Perang ini mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum matahari
terbenam pada hari itu. Dalam peperangan ini, Ali disertai 10.000 personil
pasukan, sementara Pasukan Jamal berjumlah antara 5.000-6.000 prajurit. Bendera
Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, sementara bendera Pasukan
Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.[12][12]
Perang Jamal ini dimenangkan Ali. Kedua saingan (Thalha-Zubair) gugur atau
terbunuh dimalam hari dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Sementara Aisyah
kalah perang dan ditangkap. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke
Madinah seperti biasa diperlakukan terhadap seorang “ibu negara”.[13][13]
2.
Perang Shiffin
Perang Shiffin adalah peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah. Perang ini
tidak berakhir dengan kalah-menang antara keduanya, tetapi hanya dengan
mengamati indikasi peperangan, akan tampak
kelemahan Ali kalau tidak mau kalah. Peperangan ini terjadi karena
faktor politik. Dapat dikemukakan dua hal yang mempengaruhi: Pertama,
Ali diangkat menjadi khalifah pada tahun 656, namun Mu’awiyah jauh lebih mapan
karena dua puluh tahun lebih dulu telah menjadi Gubernur Syiria; Kedua, Mu’awiyah
cukup berpengalaman dan memiliki pengaruh yang mengakar, yang mampu membangun
kemakmuran bagi wilayah dan penduduknya, sedangkan Ali tidak memilik kemantapan
politik pada masa khilafah.[14][14]
Perang Jamal terjadi diwilayah Shiffin, sebelah selatan Raqqah tepi barat
sungai Efrat. Dalam peperangan ini, Ali membawa pasukan sebanyak 50.000 orang,
dan Mu’awiyah membawa tentara Suriah. Di bawah pimpinan Malik al-Asytar,
pasukan Ali hampir menang ketika Amr bin Ash pemimpin pasukan Mu’awiyah yang
cerdik dan licik melancarkan siasat. Salinan al-Qur’an yang dilekatkan diujung
tombak terlihat diacung-acungkan, sebuah tanda yang diartikan sebagai seruan
untuk mengakhiri bentrokan dan mengikuti keputusan al-Qur’an. Perang ini
diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim tidak menyelesaikan masalah, bahkan
telah menimbukan perpecahan dikalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga
kekuatan politik yaitu Mu’awiyah, Syi’ah dan Khawarij.[15][15] Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin
lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H
(660 M), Ali dibunuh oleh salah satu anggota Khawarij bernama Abdurrahman bin
Muljam dengan pedang beracun di dahinya yang mengenai otak.[16][16]
3.
Perang Nahrawan
Perang ini terjadi pada tahun 38 H. Sepulangnya ke Kufah, kaum Khawarij
memberontak terhadapnya. Sebelumnya, mereka menolak adanya tahkim. Mereka
mengatakan: “tidak boleh ada hukum yang dipatuhi kecuali hukum Allah”. Mereka
memprovokasi orang-orang untuk menentang Ali.
Setelah itu, kaum Khawarij membunuh seorang sahabat yang mulia, Abdullah
bin Khabbabdan istrinya yang ketika itu sedang hamil tua. Ketika ksaus ini
sampai kepada Ali, ia mengirimkan surat kepada mereka, isinya: “Siapa yang
menbunuh Khabbab?” Mereka menjawab: “Kamilah semua yang membunuhnya”. Maka Ali
pun keluar menuju tempat mereka dengan pasukan berjumlah 10.000 prajurit, dan
menyerang mereka di daerah Nahrawan.[17][17]
4.
Munculnya Sekte-sekte
Sebagai akibat perang Shiffin, sekte-sekte muncul secara serius pada masa Ali.
Bahkan persinggungan antara faktor teologi dan politik muncul pertama kali
dalam suatu percekcokan yang terjadi dikalangan pengikut Ali.
Dalam sejarah umat Islam, sekte-sekte sebagai
wujud perbedaan pemikiran dan ide pada pokoknya disebabkan perbedaan aspirasi
politik: kelompok setia Ali yang selanjutnya dinamakan Syi’ah dan kelompok
eksodus yang selanjutnya dikenal dengan Khawarij, benar-benar berbeda sangat
jauh.
Syi’ah merupakan kelompok sayap kanan dan
Khawarij adalah kelompok sayap kiri. Keduanya sama radikal dan ekstrim. Adanya
imam menurut Syi’ah adalah wajib. Keharusan agama dan dunia akan hancur tanpa
imam. Tetapi Khawarij mengatakan, adanya imam tidak diharuskan agama. Imam
tidak perlu bila manusia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, bahkan karena
imamlah manusia membuat kehancuran dengan membunuh.
Kemelut yang semula menitikberatkan hal-hal
politik, kini beralih pada persoalan teologi. Seperti apa yang dilontarkan
Syi’ah maupun Khawarij, mempunyai konotasi dengan pembicaraan yang didasarkan
atas prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam.[18][18]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Ali menjadi
Khalifah ditunjuk oleh para sahabat.
2.
Masa
kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M
3.
Memindahkan
pusat pemerintahan ke Kuffah.
4.
Memecat para
gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang baru yang
menggantikan
5.
Menarik kembali
harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman
dengan jalan yang tidak sah.
6.
Melaksanakan
kembali sistem pajak yang
pernah diterapkan Umar.
7.
Perang Jamal
=> Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah =>
menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh
Utsman. Perang dimenangkan Ali.
8.
Perang Shiffin
=> Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim.
9.
Perang Nahrawan
=> Pemberontakan oleh Khawarij.
10.
20 Ramadhan 40
H (24 Januari 661 M), Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam.
B.
Kritik dan
Saran
Alhamdulillah puji syukur kami
ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kami kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat mengaplikasikan kemampuan kami di
dalam makalah ini, tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah membimbing dan mengawasi
proses pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah mendukung dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami mohon maaf apabila didalam
makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan beberapa kekurangan. Kami sebagai
penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan makalah berikutnya kami
bisa lebih bagus dan lebih kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Hiqbah
Minat Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi
Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain) diterjemahkan: Syafarudin.
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.
Yogyakarta: Teras.
http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html,
diakses 4 April 2013
Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta: Teras.
Sjadzali, Munawir.
1990. Islam dan Tata Negara:
Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Sou’yb, Joesoef. 1970. Sejarah Daulah
Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang.
Shaban. 1993. Sejarah Islam (600-750):
Penafsiran Baru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sholikhin. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Rasail.
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo.
[1][1] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat
Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi
Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain) diterjemahkan: Syafarudin,
(Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2012), cet. 2, hlm. 167.
[5][5] Munawir
Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1990), hlm. 28.
[6][6] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur
Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 462-463.
[7][7]
http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html,
diakses 4 April 2013
[13][13] Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hlm. 106-107.
Casino Near Bryson City NC - Mapyro
BalasHapusThe following locations are within 의정부 출장마사지 walking distance of 정읍 출장샵 Bryson City 전라북도 출장안마 Casino and Bryson City Casino, Bryson City, NC. The following locations are 정읍 출장샵 within 군산 출장샵 walking distance