Judul
: Nasehat Teman Tentang Pentingnya Pendidikan
Tema : Sosial
Pemeran : Lubis, Erna, Jalil, Umroh
Karakter : Lubis (suka bermain), Erna (suka terbawa pengaruh teman), Jalil (pegiat), Umroh (pelajar yang tekun).
Tema : Sosial
Pemeran : Lubis, Erna, Jalil, Umroh
Karakter : Lubis (suka bermain), Erna (suka terbawa pengaruh teman), Jalil (pegiat), Umroh (pelajar yang tekun).
Jalil
dan Umroh pada hari itu berusaha untuk memberikan pemahaman kepada kedua
temannya, yaitu Erna dan Lubis tentang betapa pendidikan itu jauh lebih penting
katimbang melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai.
Dialog
Drama
Lubis:
Besok hari Minggu kalian pada mau kemana nih? Pasti ada acara jalan-jalan ya?!
Besok hari Minggu kalian pada mau kemana nih? Pasti ada acara jalan-jalan ya?!
Erna:
Nggak tahu tuh.. aku belum punya rencana kemana-kemana.
Nggak tahu tuh.. aku belum punya rencana kemana-kemana.
Jalil:
Kalau aku mau stay dirumah aja. Aku mendingan belajar daripada jalan kesana-kemari nggak jelas gitu.
Kalau aku mau stay dirumah aja. Aku mendingan belajar daripada jalan kesana-kemari nggak jelas gitu.
Umroh:
Iya, aku juga sama dengan Jalil. Daripada keluyuran nggak jelas kan mending belajar aja dirumah.
Iya, aku juga sama dengan Jalil. Daripada keluyuran nggak jelas kan mending belajar aja dirumah.
Jali
dan Umroh memang berbeda dengan Lubis dan Erna. Jalil dan Umroh adalah sosok
remaja yang rajin belajar dan senantiasa memprioritaskan pendidikan.
Lubis:
Kalian hari Minggu pun masih dipake untuk belajar?! kan selama tujuh hari itu kita hanya punya satu hari untuk menenangkan diri, ngapain juga mesti dipake untuk belajar.
Kalian hari Minggu pun masih dipake untuk belajar?! kan selama tujuh hari itu kita hanya punya satu hari untuk menenangkan diri, ngapain juga mesti dipake untuk belajar.
Erna:
Iya, mereka ini rajin banget sih. Padajal belajar selama enam hari itu kan juga sudah lebih dari cukup.
Iya, mereka ini rajin banget sih. Padajal belajar selama enam hari itu kan juga sudah lebih dari cukup.
Umroh
kemudian menjabarkan kepada mereka bedua, betapa pendidikan itu jauh lebih
penting daripada bermain atau keluyuran nggak tentu arah.
Umroh:
Berlibur itu emang perlu sih.. kita pastinya emang merasa jenuh jika setiap hari hanya belajar dan belajar, tapi kit aharus ingat bahwa dengan banyak belajarlah yang akan menjadikan kita sebagai anak yang pintar.
Berlibur itu emang perlu sih.. kita pastinya emang merasa jenuh jika setiap hari hanya belajar dan belajar, tapi kit aharus ingat bahwa dengan banyak belajarlah yang akan menjadikan kita sebagai anak yang pintar.
Jalil:
Iya, aku setuju dengan kamu, Umroh. Udahlah, aku sih bukannya melarang kalau kalian mau jalan, tapi maunya aku tuh kalian tetap fokus sama pendidikan. Jangan kebanyakan keluyuran, sementara pendidikan kalian abaikan.
Iya, aku setuju dengan kamu, Umroh. Udahlah, aku sih bukannya melarang kalau kalian mau jalan, tapi maunya aku tuh kalian tetap fokus sama pendidikan. Jangan kebanyakan keluyuran, sementara pendidikan kalian abaikan.
Erna:
Siapa bilang aku mengabaikan pendidikan. Aku juga belajar kok.. cuman nggak serajin kalin sih..
Siapa bilang aku mengabaikan pendidikan. Aku juga belajar kok.. cuman nggak serajin kalin sih..
Umroh:
Nah itu dia, mulai sekarang kalian harus memberi waktu yang lebih banyak untuk proses belajar kalian agar nantinya kamu bisa lulus dengan nilai yang membanggakan.
Nah itu dia, mulai sekarang kalian harus memberi waktu yang lebih banyak untuk proses belajar kalian agar nantinya kamu bisa lulus dengan nilai yang membanggakan.
Lubis
pun dibuat terenung oleh nasehat temannya itu (betapa mereka ini sangat
mementingkan pendidikan katimbang bermain) bisik Lubis dalam hati.
Lubis:
Ok, aku terima masukan kalian. Sepertinya apa yang kalian sampaikan itu emang benar. Mulai sekrang aku harus lebih care dengan pendidikan.
Ok, aku terima masukan kalian. Sepertinya apa yang kalian sampaikan itu emang benar. Mulai sekrang aku harus lebih care dengan pendidikan.
Erna:
Iya juga ya.. ngapain aku harus ngebuang banyak waktu untuk tujuan yang nggak jelas gitu, sementara pendidikan yang harusnya aku beri banyak perhatian malah jadi terabaikan.
Iya juga ya.. ngapain aku harus ngebuang banyak waktu untuk tujuan yang nggak jelas gitu, sementara pendidikan yang harusnya aku beri banyak perhatian malah jadi terabaikan.
Judul:
Kepedulian Seorang Sahabat
Tema: Sosial & Persahabatan
Alur: Pendek
Pemeran: 4 orang
Penokohan:
Dina: Patuh pada perintah orangtua
Winda: Sosok sahabat yang baik
Astrid: Sosok sahabat yang peduli terhadap teman
Hesti: Adik Astrid
Tema: Sosial & Persahabatan
Alur: Pendek
Pemeran: 4 orang
Penokohan:
Dina: Patuh pada perintah orangtua
Winda: Sosok sahabat yang baik
Astrid: Sosok sahabat yang peduli terhadap teman
Hesti: Adik Astrid
Sinopsis
Drama
Dina
diminta ibunya untuk mengantarkan barang titipan tantenya. Dina meminta Winda
untuk menemaninya kerumah tantenya. Ditengah perjalanan, motor Dina bannya
kempes dan tidak ada bengkel disekitar jalan yang mereka lewati. Secara
kebetulan, Astrid dan Hesti melihat mereka saat sedang mendorong motor. Astrid
pun memberikan pertolongan kepada Winda dan Dina dengan cara mendorong motor
secara bergantian hingga sampai disebuah bengkel.
Dialog
Drama
Dina:
Win, besok pagi kan libur sekolah.. kamu ada waktu nggak untuk nemenin aku ke rumah tanteku?
Win, besok pagi kan libur sekolah.. kamu ada waktu nggak untuk nemenin aku ke rumah tanteku?
Winda:
Besok? aku belum tahu ya.. emangnya kamu ada perlu apa kerumah tante kamu?
Besok? aku belum tahu ya.. emangnya kamu ada perlu apa kerumah tante kamu?
Dina:
Aku disuruh ibuku nganterin barang titipan tanteku.
Aku disuruh ibuku nganterin barang titipan tanteku.
Winda:
Emangnya barang apa?
Emangnya barang apa?
Dina:
Aku belum tahu. Entah apa barangnya. Gimana, kamu besok bisa apa nggak?
Aku belum tahu. Entah apa barangnya. Gimana, kamu besok bisa apa nggak?
Winda
sebenarnya ada acara sendiri, namun dia sulit menolak permintaan Dina.
Winda:
Ya sudah deh, besok aku anterin kamu. Jam berapa besok? aku kerumah kamu atau kamu yang kerumahku?
Ya sudah deh, besok aku anterin kamu. Jam berapa besok? aku kerumah kamu atau kamu yang kerumahku?
Dina:
Terserah kamu deh, jam 8 atau jam 9 gitu.. kalau kamu mau mending kamu aja yang kerumah aku.
Terserah kamu deh, jam 8 atau jam 9 gitu.. kalau kamu mau mending kamu aja yang kerumah aku.
Winda:
Ya sudah, besok jam 8.30 aku kerumah kamu, terus kita langsung kerumah tante kamu.
Ya sudah, besok jam 8.30 aku kerumah kamu, terus kita langsung kerumah tante kamu.
Keesokan
harinya Winda dan Dina berangkat menuju rumah tante si Dina yang jaraknya
sekitar 20 km dari rumah Dina. Pas ditengah-tengah jalan moto yang dikendarai
Dina bannya bocor, dan tidak ada tempat penambalan ban disekitar situ.
Dhussss…
bunyi ban motor Dina
Dina:
Aduh.. gimana nih, bannya bocor? kayaknya pecah nih ban!
Aduh.. gimana nih, bannya bocor? kayaknya pecah nih ban!
Winda:
Gimana ya.. nggak ada bengkel tambal ban lagi disini.
Gimana ya.. nggak ada bengkel tambal ban lagi disini.
Mereka
bedua pun mendorong motor tersebut sambil keringat membasahi tubuh mereka. Setelah
hampir 30 menit mendorong motor, tiba-tiba ada sebuah mobil box yang
menghampiri mereka. Pengendara mobil box itu menawarkan jasa pengangkutan motor
hingag ke bengkel tedekat kepada Dina.
Sopir
mobil box:
Kenapa non? bannya bocor ya?
Kenapa non? bannya bocor ya?
Dina:
Iya. bisa minta tolong angkutin motor aku sampai bengkel nggak?
Iya. bisa minta tolong angkutin motor aku sampai bengkel nggak?
Sopir
mobil box:
bisa saja, tapi kasih ongkos 100 ribu ya?
bisa saja, tapi kasih ongkos 100 ribu ya?
Dina:
Kok mahal amat, bang? 50 ribu ya?
Kok mahal amat, bang? 50 ribu ya?
Sopir
mobil box itu menolak, alhasil Dina dan Winda harus meneruskan mendorong motor
mereka.
Sopir
mobil box:
Murah amat non.. ya sudah kalau nggak mau.
Murah amat non.. ya sudah kalau nggak mau.
Setelah
mendorong moto selama 45 menit, tiba-tiba ada salah seorang sahabat Winda,
yaitu Astrid yang kebetulan lewat di jalan itu. Astrid bersama adiknya bernama
Hesti.
Astrid:
Stop.. stop, hes…
Stop.. stop, hes…
Hesti:
Kenapa kak? ada apa?
Kenapa kak? ada apa?
Astrid:
Itu kayknya Winda deh.. Win… Win…
Itu kayknya Winda deh.. Win… Win…
Winda:
Eh itu Astrid..
Eh itu Astrid..
Astrid:
Motor kamu bocor bannya? kasihan sekali.. kamu mau kemana nih?
Motor kamu bocor bannya? kasihan sekali.. kamu mau kemana nih?
Winda:
Nih aku mau nganterin Dina kerumah tantenya. Nggak tahu nih, bengkel kayaknya masih jauh.. aku udah capek banget dorong motor dari tadi.
Nih aku mau nganterin Dina kerumah tantenya. Nggak tahu nih, bengkel kayaknya masih jauh.. aku udah capek banget dorong motor dari tadi.
Astrid
berusaha memberi pertolongan kepada sahabatnya itu, namun dia juga tidak bisa
berbuat banyak karena disekitar itu memang cukup sepi.
Astrid:
Aduh.. gimana ya.. ok, gini aja.. kalian kan sudah capek banget nih. Sekarang biar aku yang dorong moto kamu, terus kamu bawa motor aku sambil ngikutin dari belakang.
Aduh.. gimana ya.. ok, gini aja.. kalian kan sudah capek banget nih. Sekarang biar aku yang dorong moto kamu, terus kamu bawa motor aku sambil ngikutin dari belakang.
Winda:
Emang kamu nggak kecapekan entar? berat lo dorong motor ini..
Emang kamu nggak kecapekan entar? berat lo dorong motor ini..
Astrid:
Ya tentu saja kau bakal capek, makanya kita gantian gitu..
Ya tentu saja kau bakal capek, makanya kita gantian gitu..
Motor
tersebut didorong oleh mereka berempat secara bergantian hingga akhirnya mereka
tiba diasalah satu bengkel tambal ban.
Pesan
sosial dari drama diatas adalah tentang kepedulian seorang sahabat. Jika ada
sahabat kita yang sedang dalam masalah atau kesulitan, maka kita harus
menolongnya.
Sembunyikan Aku!
1. Budi : Pakaian santai
2. Deni : Pakaian santai
3. Ari : Pakaian seperti preman
4. Dewi : Pakaian biasa
Pada suatu saat yang sedang terjadi. Terdapat seraong pria benama Budi yang sedang duduk santai di pinggir jalan. Tiba-tiba datang temannya yang bernama Deni.
Deni :"Bud! Gawat bud!"
Budi : " Ada apaan?"
Deni : "Ada yang nyari gue Bud!"
Budi : "Siapa?"
Deni : " Si Ari, Bud! Si preman sekolahan, sekolahan SD!"
Budi : " Dia?" (nunjuk)
Deni : " Iya Bud,"
Budi : " Yaudah, lu sembunyi di belakang gue,"
Deni : "Jangan kasih tahunya,"
Budo : " Iya,"
Deni : "Gue sembunyi dulu, " (nunduk di belakang budi)
Setelah beberapa saat, akhirnya sang preman pun datang
Ari : "Lu liat gajah jalan pake 2 kaki, ga?"
Budi : " Ga, "
Ari : " Yakin?"
Budi : " Iya, "
Ari : " Awas kalo lu berani bohong! Gue robek-robek mulut "
Budi : " Iya bang, "
Ari : " Sejak kapan gue jadi abang lu? Hah? " (nampar)
Budi : " Maaf bang,"
Ari : " Buat apa minta maaf?"
Budi : " Ga, buat apa-apa bang, "
Ari : " Abang lagi, abang lagi," (nampar)
Ari : " Jadi bener, lu gak liat orang gendut?"
Budi : " Ga,"
Ari : " Nah ini apa? " (nunjuk Deni)
Ari : " Lu bawa kasur kesini?"
Budi : " Iya, iya, saya emang tidur disini,"
Ari : " Ouh, yaudah, gue pergi dulu,"
Budi : " Oke,"
Setelah sang preman pergi, Budi dan Deni berdiskusi selama beberapa saat kemudian memutuskan untuk menemui seseorang.
Budi : " Uy, Dew,"
Dewi : " Iya apah?" (dengan gaya centil)
Budi : " Lu kenal Ari sableng itu'kan?"
Dewi : " Iyah, terus kenapah?"
Budi : " Lu bisa gak-"
Dewi : " Bikin dia gak ngejar-ngejar kalian lagih?"
Budi : " Bukan, lu bisa gak berhenti bicara kayak gitu, gue jijik,"
Dewi : " Biasa aja keles,"
Deni : " Kayaknya ini percuma deh Bud,"
Budi : " Kita berusaha dulu,"
Dewi : " Udah yah, gue pergi dulu. Bye,"
Budi : " SYIEEH!," (gaya ngusir hewan)
Akhirnya Budi dan Deni berjalan tanpa arah, berharap ada orang yang bisa menolong mereka
Ari : " Nah akhirnya ketemu lu Deni!" (nunjuk)
Budi : " Bentar-bentar, kita bisa selesaian ini baik-baik. Kenapa mas Ari ngejar Deni,"
Ari : " Kita lagi main petak umpet bego!"
Budi : " Buset!" (hampir jatuh)
Budi : " Jadi cuma main petak umpet?"
Deni : " Iya, emang kenapa Bud?"
Budi : " Bangke," (nampar terus pergi)
Akhirnya Budi pun pulang ke rumah dengan perasaan kecewa yang amat teramat dalam. Pesan moral yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah, jangan berbohong, tanpa uang tutup mulut.
1. Budi : Pakaian santai
2. Deni : Pakaian santai
3. Ari : Pakaian seperti preman
4. Dewi : Pakaian biasa
Pada suatu saat yang sedang terjadi. Terdapat seraong pria benama Budi yang sedang duduk santai di pinggir jalan. Tiba-tiba datang temannya yang bernama Deni.
Deni :"Bud! Gawat bud!"
Budi : " Ada apaan?"
Deni : "Ada yang nyari gue Bud!"
Budi : "Siapa?"
Deni : " Si Ari, Bud! Si preman sekolahan, sekolahan SD!"
Budi : " Dia?" (nunjuk)
Deni : " Iya Bud,"
Budi : " Yaudah, lu sembunyi di belakang gue,"
Deni : "Jangan kasih tahunya,"
Budo : " Iya,"
Deni : "Gue sembunyi dulu, " (nunduk di belakang budi)
Setelah beberapa saat, akhirnya sang preman pun datang
Ari : "Lu liat gajah jalan pake 2 kaki, ga?"
Budi : " Ga, "
Ari : " Yakin?"
Budi : " Iya, "
Ari : " Awas kalo lu berani bohong! Gue robek-robek mulut "
Budi : " Iya bang, "
Ari : " Sejak kapan gue jadi abang lu? Hah? " (nampar)
Budi : " Maaf bang,"
Ari : " Buat apa minta maaf?"
Budi : " Ga, buat apa-apa bang, "
Ari : " Abang lagi, abang lagi," (nampar)
Ari : " Jadi bener, lu gak liat orang gendut?"
Budi : " Ga,"
Ari : " Nah ini apa? " (nunjuk Deni)
Ari : " Lu bawa kasur kesini?"
Budi : " Iya, iya, saya emang tidur disini,"
Ari : " Ouh, yaudah, gue pergi dulu,"
Budi : " Oke,"
Setelah sang preman pergi, Budi dan Deni berdiskusi selama beberapa saat kemudian memutuskan untuk menemui seseorang.
Budi : " Uy, Dew,"
Dewi : " Iya apah?" (dengan gaya centil)
Budi : " Lu kenal Ari sableng itu'kan?"
Dewi : " Iyah, terus kenapah?"
Budi : " Lu bisa gak-"
Dewi : " Bikin dia gak ngejar-ngejar kalian lagih?"
Budi : " Bukan, lu bisa gak berhenti bicara kayak gitu, gue jijik,"
Dewi : " Biasa aja keles,"
Deni : " Kayaknya ini percuma deh Bud,"
Budi : " Kita berusaha dulu,"
Dewi : " Udah yah, gue pergi dulu. Bye,"
Budi : " SYIEEH!," (gaya ngusir hewan)
Akhirnya Budi dan Deni berjalan tanpa arah, berharap ada orang yang bisa menolong mereka
Ari : " Nah akhirnya ketemu lu Deni!" (nunjuk)
Budi : " Bentar-bentar, kita bisa selesaian ini baik-baik. Kenapa mas Ari ngejar Deni,"
Ari : " Kita lagi main petak umpet bego!"
Budi : " Buset!" (hampir jatuh)
Budi : " Jadi cuma main petak umpet?"
Deni : " Iya, emang kenapa Bud?"
Budi : " Bangke," (nampar terus pergi)
Akhirnya Budi pun pulang ke rumah dengan perasaan kecewa yang amat teramat dalam. Pesan moral yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah, jangan berbohong, tanpa uang tutup mulut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar